Hari ini Gokiel Abiez berkata mengenai":
JAKARTA, KOMPAS.com — Pernah mendengar atau bahkan telah mencicipi bubur ase? Bagi sebagian orang mungkin nama jenis makanan khas Betawi ini sedikit aneh. Maklum saja, makanan tersebut memang jarang beredar di masyarakat sehingga tak banyak orang mengenalnya.
Namun, warga keturunan Betawi pasti mengenalnya. Sebab, jenis makanan ini memang sejak zaman nenek moyangnya sudah ada. Namanya memang terbilang unik, apalagi saat ini tak ada lagi warung yang menjualnya. Kalaupun ada, dipastikan rasanya tak seasli rasa bubur yang dijual secara keliling pada tahun 1980-an itu.
Bubur khas Betawi ini terbilang unik karena berbeda dengan bubur pada umumnya. Jika bubur lain nikmat dimakan saat hangat, bubur ase sebaliknya, lebih segar disantap kala dingin.
"Dijamin bubur ase yang ada enggak sama rasanya seperti yang asli," kata Suchrawardhi (28), pembuat bubur ase, saat ditemui di arena Jakarta Fair, Selasa (22/6/2010).
Ardhi, sapaan akrab Suchrawardhi, mengatakan, bubur ase merupakan bubur asli Betawi yang merupakan resep turun-temurun yang diberikan para orangtua masyarakat Betawi. Namun, sayang, menurut pria yang mengaku asli Kemayoran ini, saat ini tak ada lagi orang Betawi asli yang berusaha melestarikan makanan khas ini.
Dikatakan Ardhi, bubur ase berbeda dengan bubur lain yang nikmat disantap selagi kondisinya hangat. Bubur ase lebih nikmat dan segar jika dimakan saat dingin.
"Rasanya akan terasa segar jika dihidangkan dalam keadaan dingin. Bukan diberi es batu, tapi memang sengaja didinginkan," jelas Ardhi.
Bubur ase disebut sebagai bubur asli Betawi lantaran campuran hidangannya menggunakan bahan makanan asli Betawi. Seperti asinan betawi yang dicampur dengan kerupuk betawi atau kerupuk merah.
Selain itu dicampur dengan daging kikil dan sayur-mayur seperti kecambah. Untuk rasa, bubur ase memang memiliki rasa yang asin bercampur asam segar. Rasa asin berasal dari rasa bubur yang dibuat dari campuran garam dan santan kelapa, sementara rasa asam yang segar timbul karena rasa asinan dan kuah semur.
Bubur ase masih sempat beredar pada tahun 1980-an, namun bukan menjadi menu andalan yang dijual di warung-warung makan, melainkan menjadi menu makanan keliling yang dijual oleh orang-orang tua. Dulu bubur ase menjadi menu santap saat sarapan atau menu pengiring di acara adat Betawi.
Menurut Ardhi, ada beberapa versi mengapa bubur ini disebut bubur ase. Salah satunya percampuran asinan ke dalam menu bubur yang menjadi nama ase (asinan).
Ada pula yang menyebut bubur ase adalah bubur yang dicampur dengan kuah semur, orang Betawi menyebut kuah semur dengan sebutan kuah ase.
"Dari beberapa versi ini, nama bubur ini menjadi ase," kata pria yang mengaku hanya menjual buburnya pada event atau pameran tertentu.