Topik Hari ini gokiel abiez Yaitu mengenai" :Sleman – Yogyakarta, Supidi, warga Dusun Kuweron, Desa Candi Binangun, Kecamatan Pakem, mengaku sempat melihat dua kucing besar yang diyakini sebagai macan turun gunung di lereng Merapi. Menurut Supidi, ia melihat langsung dua raja hutan tersebut. Saat itu, Supidi hendak mencari pakan untuk sapi-sapinya yang berada di kandang tak jauh dari posisinya menyabit.
“Saya tiba-tiba mendengar dengusan binatang yang bukan berasal dari binatang peliharaannya,” katanya, Kamis (11/11/2010). Ketika diselidiki, ternyata dengusan tadi bersumber dari seekor macam yang berukuran kecil bersama seekor lainnya yang berukuran tinggi dan besar. Sebagai perbandingan, ia menunjuk panjang ukuran sepeda motor Honda Supra X. Keduanya tengah mencoba mendekati sapi peliharaannya.
Ilustrasi
'Dari jauh saya lihat warnanya sama seperi sapi saya. Namun setelah diperhatikan, binatang tersebut memiliki kumis panjang dan bermotif loreng totol-totol,' ujar Supidi.
Menyadari hal tersebut, Supidi kaget bukan kepalang dan serta merta memilih kabur ke rumahnya yang tak jauh dari rumahnya sambil berteriak-teriak. 'Ono macam... Ono macam,' teriak Supidi.
Begitu sampai di rumahnya, Supidi langsung menceritkan penampakan tersebut kepada kakaknya, Budiono. 'Dia datang sekitar pukul 12.00 WIB dalam kondisi shock dan gemetar sekali. Setelah ditenangkan, barulah dia bercerita,' ucap Budiono.
Budiono juga mengatakan bahwa penampakan raja hutan yang masuk ke dalam dusun merupakan kejadian kali pertama, baik didengar maupun dilihat langsung, oleh adiknya tersebut.
'Ini kali pertama peristiwa tersebut terjadi di dusun ini. Mungkin saja mereka mencoba mencari makan dan kondisi panas gunung merapi saat erupsi membuat mereka turun,' ucapnya. Selanjutnya, hal tersebut langsung ditindaklanjuti oleh aparat kelurahan dan aparat keamanan di desa tersebut.
Artikel Terkait :
Meningkatnya aktivitas Gunung Merapi membuat seekor macan turun dari hutan dan masuk ke perkampungan warga di Dusun Kuwron, Desa Candibinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Kamis (11/11/2010).
Budiharjo, Camat Pakem, mengatakan, macan itu terlihat oleh warga masuk ke kandang sapi sekitar pukul 13.00 WIB. Setelah dikejar warga, macan itu lalu kabur ke semak-semak dan menghilang. Untungnya, macan itu belum melukai hewan ternak milik warga.
Dijelaskan Budi, hewan-hewan buas memang biasa turun dari hutan ketika aktivitas Gunung Merapi mulai meningkat. 'Kalau Merapi beraktivitas kan panas di atas. Hewan buas terus turun, tapi ini aktivitasnya sudah sekian lama kok baru sekarang turun,' tanya Budi di posko pengungsian di Stadion Maguwoharjo, Yogyakarta.
Sebelumnya, menjelang Merapi meletus, warga juga melaporkan bahwa puluhan ekor elang meninggalkan sarangnya di hutan. Fenomena tersebut sudah sering terjadi setiap kali Merapi meningkat aktivitasnya. Kawanan kera dari kawanan hutan Merapi juga dilaporkan eksodus ke Merbabu.
Ribuan Kera Merapi Eksodus ke Merbabu
wihans.web.id - boyolali, Ribuan satwa jenis kera di lereng Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, diduga banyak pindah habitat dengan menyeberang ke lereng Gunung Merbabu karena kehabisan makanan akibat bencana letusan Merapi.
Parto (80), warga Dusun Blumbangsari, Desa Samiran, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, menjelaskan, gerombolan kera lereng Merapi sering terlihat menyeberangi jalan ke arah lereng Merbabu.
Menurut Parto, gerombolan kera Merapi berwarna kecoklatan tersebut berpindah ke lereng Merbabu diduga kehabisan makan akibat dampak debu vulkanik. Kera-kera itu kemungkinan juga karena kepanasan akibat suhu Merapi yang sering menyemburkan awan panas hingga saat ini.
'Kera-kera itu pindah ke lereng Merbabu terlihat sejak sepekan terakhir ini. Kera itu menyeberangi jalan utama jalur Selo-Magelang, sudah masuk lereng Merbabu, yang masih tersedia makan hewan itu,' ucap Parto.
Slamet Sutanto (40), seorang perangkat Desa Jrakah, Selo, menjelaskan, kera-kera itu banyak berkeliaran di pinggiran sepanjang Jalan Selo-Magelang. Satwa itu juga banyak yang menyeberangi jalan ke lereng Merbabu.
Menurut Slamet, tanaman sayur dan buah-buahan di kanan kiri jalan yang masih ada sudah ludes dihabiskan kera-kera itu. Tanaman itu seluruhnya rusak, selain akibat dampak abu vulkanik, juga ulah kera itu.
Warga yang kembali pulang menengok rumahnya dari pengungsian kadang dikagetkan oleh banyaknya kera yang bergelantungan di atas gubuk tengah ladang dan di pohon-pohon yang terkena abu vulkanik.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTN-GM) Boyolali, Dulhadi, membenarkan bahwa banyak kera Merapi yang pindah habitat (eksodus) karena kehabisan stok makanan.
Menurut dia, hewan kera tersebut bisa juga eksodus akibat suhu di lereng Merapi masih panas sehingga mereka secara bergerombol mencari daerah yang lebih dingin suhunya.
Kendati demikian, pihaknya akan segera melakukan koordinasi untuk mengatasi kera eksodus tersebut dengan cara menggiring kembali ke habitatnya.
Menurut dia, kera menyeberang ke lereng Merbabu sebetulnya tidak menjadi masalah karena persediaan makanan di daerah itu masih banyak.
Namun, kata dia, yang menjadi masalah adalah habibat kera Merapi dan Merbabu berbeda. Karena, setiap segerombolan kera memiliki kelompok sendiri. Jika kera Merapi menyerbu ke lereng Merbabu, dapat terjadi perkelahian antara kedua kelompok tersebut.
'Kera yang menang akan menguasai daerah itu,' ujarnya.
Kendati demikian, kera Merapi tersebut dengan sendirinya juga kembali ke habibatnya jika kondisi Merapi sudah pulih dan persdiaan makanan cukup. Sebaliknya, jika suhu di lereng Merapi masih panas, kemungkinan mereka akan menetap di Merbabu.
Elang Jawa Mulai Tinggalkan Merapi
- Ilustrasi
Sekumpulan burung elang jawa (bido) telah terbang meninggalkan kawasan hutan di Gunung Merapi. Menurut kepercayaan penduduk, hal ini merupakan pertanda alam akan meningkatnya aktivitas vulkanik di gunung berapi itu.
'Kami menandai, apa yang terlihat itu sebagai tanda kemungkinan udara di atas semakin panas sehingga bido itu turun,' kata Sukisno (36), Ketua RT 02 RW 07 Dusun Gemer, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sekitar delapan kilometer dari barat puncak Gunung Merapi, di Magelang, Senin (25/10/2010) petang.
Sekumpulan bido yang berjumlah sekitar 20 ekor tersebut terlihat oleh puluhan warga desa terakhir dari puncak Gunung Merapi. Kawanan burung ini terbang dari arah tenggara ke timur laut dari puncak Merapi. Warga setempat, katanya, melihat sekumpulan burung itu terbang sekitar pukul 16.00 WIB melintasi dusun setempat yang penduduknya berjumlah 227 jiwa (66 KK).
Burung itu, katanya, selama ini tinggal di kawasan Hutan Deles yang letaknya dekat dengan Dusun Gemer.'Saat Merapi akan erupsi yang terakhir pada pertengahan 2006, kami tidak melihat kejadian seperti itu,' katanya.
Seorang warga setempat lainnya, Ratin (38), mengatakan, sekumpulan bido yang terbang saat Merapi berstatus 'awas' itu sebagai peristiwa langka. 'Biasanya kami melihat bido terbang tetapi hanya dua atau tiga ekor, kalau yang rombongan seperti tadi, kami baru melihatnya sekali ini,' katanya.
Sejumlah satwa lainnya yang selama ini tinggal di hutan setempat antara lain monyet, rusa, dan macan.Ia juga mengaku, melihat saat sekumpulan burung itu terbang melintas, meninggalkan hutan setempat.
Seorang warga Dusun Tangkil, Desa Ngargomulyo, Yuswadi (25), juga mengaku, melihat sekumpulan burung tersebut terbang meninggalkan hutan setempat. 'Langit di atas kawasan puncak Merapi terlihat bersih, tidak ada awan, terlihat jelas sekumpulan burung itu,' katanya.
Masyarakat setempat, katanya, selain memperhatikan berbagai tanda peningkatan aktivitas vulkanik Merapi yang disampaikan oleh pemerintah, juga melalui sejumlah tanda alam setempat termasuk pergerakan satwa.
Pada Senin hingga sekitar pukul 17.30 WIB puncak Merapi tidak tampak secara visual karena tertutup awan tebal, sedangkan sejumlah kawasan di desa setempat sempat gerimis selama beberapa saat.
Badan Geologi Kementerian ESDM yang berkantor di Bandung telah mengumumkan bahwa pada 25 Oktober 2010 mulai pukul 06.00 WIB status Merapi naik dari 'siaga' menjadi 'awas'. Status tersebut merupakan level tertinggi atas status aktivitas vukanik gunung berapi di perbatasan antara Jateng dengan Daerah Istimewa Yogyakarta itu. Status Merapi meliputi 'aktif normal', 'waspada', 'siaga', dan 'awas'. Fase erupsi Merapi terakhir pada pertengahan 2006 antara lain ditandai dengan semburan awan panas, luncuran lava pijar, dan hujan abu secara intensif.
Pawang Macan Merapi Mulai Didatangkan
Pemerintah Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mendatangkan pawang untuk memeriksa jejak dua macan tutul yang masuk perkampungan di kaki Gunung Merapi.
'Kami mengundang pawang dari Kebun Raya Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka Yogyakarta untuk memantau pergerakan macan tersebut yang terlihat berkeliaran di Dusun Kuwaron, Candibinangun,' kata Camat Pakem Budiharjo, di Sleman.
Dua macan tutul terlihat warga berkeliaran di dusun itu, Kamis siang, yang diduga karena kondisi di lereng Merapi semakin panas pasca-erupsi.
Kedua macan tersebut turun ke perkampungan karena hutan di lereng Merapi diduga habis terbakar.
Seorang warga yang melihat macan itu, Sukidi, mengatakan, dia kaget ketika mengetahui kedua macan tersebut berkeliaran di sekitar kandang sapi miliknya sekitar pukul 12.00 WIB.
'Satu macan tergolong besar karena tingginya mencapai hampir 1 meter dengan panjang sekitar 1 meter lebih, sedangkan yang satu ekor bertubuh lebih kecil,' katanya.
Menurut dia, dirinya langsung lari dan memberitahu warga sekitar dan petugas Polsek Cangkringan. Namun, kedua macan itu telah pergi dari lokasi tersebut.
Seorang warga lain, Syawal, mengatakan, dia mendengar suara macan mengaum ketika sedang mencari rumput, tetapi tidak dihiraukannya.
'Saya memang mendengar auman macan, tetapi tidak menghiraukannya. Kejadian macan masuk kampung baru pertama kali terjadi, tetapi warga tidak terlalu merisaukannya,' katanya.
sumber : wihans.web.id