Quote:
Tentu saja kita membutuhkan alat untuk bisa terbang, karena kita tidak seperti burung yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu. Seperti yang kita ketahui, menurut sejarah, tahun 1783 adalah tahun pertama manusia bisa mengangkasa, ketika dua orang Perancis, de Rozier dan d’Arlandes berhasil terbang dengan balon udara di atas kota Paris.
Lalu, pada abad berikutnya, teknologi mengalami lompatan, ketika kita bukan hanya bisa melayang, melainkan benar-benar melaju terbang dengan kecepatan tinggi. Ini terjadi, ketika Wright bersaudara menciptakan pesawat terbang, dan berhasil terbang dengan selamat di atas Kitty Hawk pada tahun 1903. Hal ini mewujudkan impian manusia untuk bisa terbang seperti burung, akhirnya menjadi kenyataan.
Namun, mungkin sejarah kita tidak seperti yang kita ketahui selama ini. Sebagian orang sejak lama percaya, kalau teknologi yang kita miliki sekarang sebenarnya tidak lebih hebat daripada teknologi nenek moyang kita, termasuk dalam hal Aerodinamika. Penemuan sebuah artefak di Mesir ini diklaim sebagai buktinya.
Pada tahun 1898, sebuah artefak kuno terbuat dari kayu sycamore ditemukan di sebuah makam di Saqqara, Mesir. Artefak ini diperkirakan berasal dari tahun 200 SM. Tetapi, apa yang menarik dari objek ini adalah kenyataan, kalau ia memiliki bentuk seperti sebuah pesawat terbang atau pesawat layang. Panjang objek ini sekitar 15 cm, dengan rentang sayap 18 cm. Ia bahkan memiliki ekor seperti sebuah pesawat.
Ini adalah pertanyaan lainnya dari salah seorang pembaca, mengenai sebuah “Ooparts” (Out of Place Artifacts) dari Mesir.
Ketika ditemukan, artefak ini kemudian dikatalogkan sebagai model seekor burung dan dibiarkan berdebu di ruang bawah tanah museum Kairo, hingga tahun 1969, ketika ditemukan oleh Dr. Khalil Messiha. Copy artefak itu kemudian dipajang di Museum Kairo dan menarik perhatian para peneliti.
Sejak itu, beberapa artefak serupa juga ditemukan kembali. Penemuan ini dianggap penting oleh pemerintah Mesir, sehingga mereka membuat sebuah komite untuk menelitinya lebih lanjut. Karena karakteristiknya yang berbentuk seperti itu, artefak ini kemudian disebut sebagai Saqqara Bird atau Saqqara Glider.
Pada tahun 1991, Dr. Messiha menerbitkan sebuah makalah berjudul “African Experimental Aeronautic : A 2.000 Years Old Model Glider”, yang berisikan teorinya mengenai Saqqara Bird. Ia percaya, kalau artefak ini adalah sebuah bukti yang tidak terbantahkan, kalau bangsa Mesir Kuno telah memiliki teknologi aerodinamika.
Teori Dr. Messiha cukup menarik untuk disimak, karena teori ini mendukung anggapan, kalau pada masa lampau nenek moyang kita sesungguhnya telah memiliki teknologi yang cukup tinggi.
Jika demikian, mungkinkah Saqqara Bird menunjukkan, kalau bangsa Mesir kuno yang hidup ribuan tahun yang lalu telah memiliki teknologi aerodinamika seperti yang kita miliki di masa modern ini?
Menurut pendapat saya tidak.
Saya tidak mengatakan, kalau bangsa Mesir kuno tidak memiliki teknologi tinggi. Yang ingin saya katakan, adalah mendasarkan argumen tersebut dengan menggunakan Saqqara Bird adalah argumen yang cukup lemah.
Mari kita melihat artefak ini dengan pandangan yang lebih kritis.
Pertama, kita harus mengetahui kalau apa yang dipajang di Museum Kairo adalah sebuah replika dari artefak yang sebenarnya. Namun replika ini dibuat dengan akurasi tinggi sehingga boleh dibilang mencerminkan karakteristik artefak yang asli.
Jika melihat foto di atas, mungkin kalian akan percaya kalau artefak itu adalah sebuah model pesawat terbang karena kemiripannya yang luar biasa.
Tetapi tunggu dulu, saya akan mengajak kalian untuk melihat sisi yang lain dari artefak ini.
Jika kita hanya melihat kepada foto artefak ini dari satu sisi, maka kita akan dibuat percaya kalau artefak ini adalah sebuah model pesawat.
Sekarang coba lihat dari samping.
Lalu dari depan.
Apakah masih terlihat seperti pesawat bagi kalian?
Sayangnya, beberapa website memang hanya menampilkan foto artefak ini dari belakang saja, sehingga menimbulkan kesan kalau artefak ini adalah sebuah model pesawat.
Namun, ketika kita melihat adanya sepasang mata di kepalanya, kita akan segera teringat dengan seekor burung, bukan sebuah pesawat. Bahkan kalian bisa melihat paruhnya.
Jadi, kita tidak bisa menyalahkan para arkeolog ketika mereka menyebutnya sebagai “burung Saqqara”.
Menurut para arkeolog, artefak ini sesungguhnya adalah model seekor burung Falcon. Burung ini memang biasa digunakan untuk mewakili beberapa dewa penting di Mesir seperti Horus dan Ra.
Namun, Dr. Messiha menolak anggapan, kalau artefak itu adalah seekor burung. Karena menurutnya, artefak tersebut tidak memiliki sepasang kaki dan ekor vertikal seperti itu.
Dr. Messiha lupa kalau artefak ini pun tidak mencerminkan sebuah pesawat. Untuk bisa terbang, sebuah pesawat membutuhkan Tailplane (ekor melintang pada pesawat). Pada Saqqara Bird, Tailplane tidak ditemukan. Lagipula, saya juga tidak melihat adanya roda pesawat pada artefak itu.
Namun, Dr. Messiha tetap pada pendiriannya, dengan menganggap kalau pada awal desainnya, artefak itu memiliki tailplane, yang karena suatu sebab hilang entah kemana. Jadi, ia berusaha membuktikannya dengan menciptakan sebuah replika pesawat mirip dengan Saqqara Bird yang besarnya 6 kali model itu untuk diterbangkan. Kali ini, ia menambahkan tailplane untuk membuktikan teorinya.
Lalu, pada abad berikutnya, teknologi mengalami lompatan, ketika kita bukan hanya bisa melayang, melainkan benar-benar melaju terbang dengan kecepatan tinggi. Ini terjadi, ketika Wright bersaudara menciptakan pesawat terbang, dan berhasil terbang dengan selamat di atas Kitty Hawk pada tahun 1903. Hal ini mewujudkan impian manusia untuk bisa terbang seperti burung, akhirnya menjadi kenyataan.
Namun, mungkin sejarah kita tidak seperti yang kita ketahui selama ini. Sebagian orang sejak lama percaya, kalau teknologi yang kita miliki sekarang sebenarnya tidak lebih hebat daripada teknologi nenek moyang kita, termasuk dalam hal Aerodinamika. Penemuan sebuah artefak di Mesir ini diklaim sebagai buktinya.
Pada tahun 1898, sebuah artefak kuno terbuat dari kayu sycamore ditemukan di sebuah makam di Saqqara, Mesir. Artefak ini diperkirakan berasal dari tahun 200 SM. Tetapi, apa yang menarik dari objek ini adalah kenyataan, kalau ia memiliki bentuk seperti sebuah pesawat terbang atau pesawat layang. Panjang objek ini sekitar 15 cm, dengan rentang sayap 18 cm. Ia bahkan memiliki ekor seperti sebuah pesawat.
Ini adalah pertanyaan lainnya dari salah seorang pembaca, mengenai sebuah “Ooparts” (Out of Place Artifacts) dari Mesir.
Ketika ditemukan, artefak ini kemudian dikatalogkan sebagai model seekor burung dan dibiarkan berdebu di ruang bawah tanah museum Kairo, hingga tahun 1969, ketika ditemukan oleh Dr. Khalil Messiha. Copy artefak itu kemudian dipajang di Museum Kairo dan menarik perhatian para peneliti.
Sejak itu, beberapa artefak serupa juga ditemukan kembali. Penemuan ini dianggap penting oleh pemerintah Mesir, sehingga mereka membuat sebuah komite untuk menelitinya lebih lanjut. Karena karakteristiknya yang berbentuk seperti itu, artefak ini kemudian disebut sebagai Saqqara Bird atau Saqqara Glider.
Pada tahun 1991, Dr. Messiha menerbitkan sebuah makalah berjudul “African Experimental Aeronautic : A 2.000 Years Old Model Glider”, yang berisikan teorinya mengenai Saqqara Bird. Ia percaya, kalau artefak ini adalah sebuah bukti yang tidak terbantahkan, kalau bangsa Mesir Kuno telah memiliki teknologi aerodinamika.
Teori Dr. Messiha cukup menarik untuk disimak, karena teori ini mendukung anggapan, kalau pada masa lampau nenek moyang kita sesungguhnya telah memiliki teknologi yang cukup tinggi.
Jika demikian, mungkinkah Saqqara Bird menunjukkan, kalau bangsa Mesir kuno yang hidup ribuan tahun yang lalu telah memiliki teknologi aerodinamika seperti yang kita miliki di masa modern ini?
Menurut pendapat saya tidak.
Saya tidak mengatakan, kalau bangsa Mesir kuno tidak memiliki teknologi tinggi. Yang ingin saya katakan, adalah mendasarkan argumen tersebut dengan menggunakan Saqqara Bird adalah argumen yang cukup lemah.
Mari kita melihat artefak ini dengan pandangan yang lebih kritis.
Pertama, kita harus mengetahui kalau apa yang dipajang di Museum Kairo adalah sebuah replika dari artefak yang sebenarnya. Namun replika ini dibuat dengan akurasi tinggi sehingga boleh dibilang mencerminkan karakteristik artefak yang asli.
Jika melihat foto di atas, mungkin kalian akan percaya kalau artefak itu adalah sebuah model pesawat terbang karena kemiripannya yang luar biasa.
Tetapi tunggu dulu, saya akan mengajak kalian untuk melihat sisi yang lain dari artefak ini.
Jika kita hanya melihat kepada foto artefak ini dari satu sisi, maka kita akan dibuat percaya kalau artefak ini adalah sebuah model pesawat.
Sekarang coba lihat dari samping.
Lalu dari depan.
Apakah masih terlihat seperti pesawat bagi kalian?
Sayangnya, beberapa website memang hanya menampilkan foto artefak ini dari belakang saja, sehingga menimbulkan kesan kalau artefak ini adalah sebuah model pesawat.
Namun, ketika kita melihat adanya sepasang mata di kepalanya, kita akan segera teringat dengan seekor burung, bukan sebuah pesawat. Bahkan kalian bisa melihat paruhnya.
Jadi, kita tidak bisa menyalahkan para arkeolog ketika mereka menyebutnya sebagai “burung Saqqara”.
Menurut para arkeolog, artefak ini sesungguhnya adalah model seekor burung Falcon. Burung ini memang biasa digunakan untuk mewakili beberapa dewa penting di Mesir seperti Horus dan Ra.
Namun, Dr. Messiha menolak anggapan, kalau artefak itu adalah seekor burung. Karena menurutnya, artefak tersebut tidak memiliki sepasang kaki dan ekor vertikal seperti itu.
Dr. Messiha lupa kalau artefak ini pun tidak mencerminkan sebuah pesawat. Untuk bisa terbang, sebuah pesawat membutuhkan Tailplane (ekor melintang pada pesawat). Pada Saqqara Bird, Tailplane tidak ditemukan. Lagipula, saya juga tidak melihat adanya roda pesawat pada artefak itu.
Namun, Dr. Messiha tetap pada pendiriannya, dengan menganggap kalau pada awal desainnya, artefak itu memiliki tailplane, yang karena suatu sebab hilang entah kemana. Jadi, ia berusaha membuktikannya dengan menciptakan sebuah replika pesawat mirip dengan Saqqara Bird yang besarnya 6 kali model itu untuk diterbangkan. Kali ini, ia menambahkan tailplane untuk membuktikan teorinya.
Quote:
“Saya sudah membuat sebuah model serupa dari kayu Balsa, dan menambahkan Tailplane (yang saya anggap telah hilang), dan saya tidak terkejut ketika menemukan replika itu bisa melayang di udara, hingga beberapa yard ketika dilempar dengan tangan.” |
Percobaan ini mungkin meneguhkan teorinya, namun, klaim Dr. Messiha ini dibantah oleh seorang desainer glider (pesawat layang), bernama Martin Gregorie yang membuat model yang sama, juga dari kayu Balsa. Menurut Martin, Saqqara Bird jelas tidak akan bisa stabil tanpa adanya Tailplane.
Replika Martin Gregorie
“Bahkan setelah Tailplane ditambahkan, kinerja Replika itu sangat mengecewakan” Kata Martin.
Martin menyimpulkan, bahwa Saqqara Bird mungkin hanyalah sebuah mainan anak-anak atau indikator angin, yang tentu saja bukan merupakan bukti kehebatan teknologi Mesir kuno.
Pada tahun 2006, History Channel juga pernah membuat sebuah dokumenter mengenai Saqqara Bird, dimana mereka meminta pendapat seorang ahli aerodinamika bernama Simon Sanderson yang segera membuat replika Saqqara Bird dengan ukuran 5 kali lebih besar dari ukuran aslinya.
Sanderson kemudian mengujinya dalam sebuah simulator, dan menemukan, bahwa Saqqara Bird memang bisa terbang dalam kondisi tertentu, namun ia membutuhkan rudder samping untuk terbang dengan benar.
Hasil eksperimen Sanderson cukup meneguhkan pendapat Martin Gregorie.
Jadi, dengan demikian kita bisa menyimpulkan, bahwa Saqqara Bird kemungkinan besar benar-benar model seekor burung.
Lagipula, jika benar-benar bangsa Mesir kuno memiliki teknologi penerbangan, mengapa hal itu tidak tertulis di dalam catatan-catatan kuno mereka atau catatan kuno bangsa lain seperti Yunani?
Walaupun replika burung yang dibuat Dr. Messiha (yang kebetulan dibuat dari kayu Balsa – kayu paling ringan di dunia) bisa terbang, apakah itu membuktikan kalau bangsa Mesir kuno punya teknologi pesawat terbang? Bisa saja itu cuma membuktikan kalau bangsa Mesir adalah pembuat mainan yang hebat.
Jika Dr. Messiha bisa mempercayai kalau artefak itu adalah model sebuah pesawat terbang yang tidak sempurna, mengapa ia tidak bisa mempercayai kalau artefak itu adalah model seekor burung yang tidak sempurna?
Oleh sebab itu, perdebatan tentang Saqqara Bird ini masih menjadi sebuah teka-teki. Karena, pada penemuan yang lain, disana terdapat Hieroglyph pada balok penyangga langit-langit sebuah ruangan di kuil kerajaan Mesir Kuno, yang lokasinya berada di Abydos. Klik disini untuk membaca artikelnya.
Hieroglyph tersebut menggambarkan objek-objek, seperti : pesawat, helikopter, kapal selam, zeppelin, dan glider. Kita boleh saja percaya, tapi bisa juga tidak. Karena, hal itu harus di dalami lebih lanjut oleh para ilmuwan untuk mencari kebenarannya
Sumber :http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=44998