Dirinya menilai rencana impor tersebut sebenarnya adalah hal yang aneh dilakukan ditengah tingkat produksi beras nasional meningkat.
“Impor ini tidak kita inginkan terjadi. Aneh rasanya impor beras dilakukan di tengah tingkat produksi beras nasional yang meningkat. Maka pengambilan kebijakan impor jangan dilakukan secara tergesa-gesa harus dipikirkan secara matang,” kata dalam keterangan tertulis yang diterima okezone di Jakarta, Jumat (24/9/2010).
Opsi impor beras tersebut terlontar karena kondisi cuaca yang mengakibatkan produksi beras terganggu. Namun jika impor benar-benar terlaksana maka, syarat yang mesti dilakukan pemerintah adalah pengawasan kuota jumlah impor beras.
"Pengawasan penting dalam rangka mencegah impor illegal dan menjaga harga beras dan gabah nasional," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Suswono pernah mengatakan posisi CBN yang dimiliki Bulog berjumlah 1,2 juta ton. Menurut Rofi' jumlah itu sangat kecil dan bila dikalkulasikan hanya cukup untuk lima bulan kedepan bahkan kurang. Jumlah yang kecil ini sangat rentan mengingat anomali musim dengan potensi terjadinya La Nina yang akan mengakibatkan peningkatan hama serta bencana banjir yang akan merusak persawahan. “Nah, mekanisme pasar yang cenderung melakukan blocking dan keeping stock beras yang ada di daerah semakin memperparah kondisi di atas,” tambahnya.
Pemerintah, seharusnya memiliki antisipasi terhadap skenario terburuk yang terjadi. Saat harga beras naik sampai Rp1.000-1.500 pada beras premium, maka kelas menengah akan terpukul. Rofi mencontohkan, pada bulan agustus, harga beras premium rata-rata sudah mencapai Rp6.662 per kilogram. Sedangkan harga pembelian pemerintah (HPP) beras saat ini Rp4.500 per kilogram.
“Meskipun beberapa pihak mengatakan ini lebih diakibatkan faktor psikologis pasar berkaitan dengan bulan puasa, namun demikian kepekaan pemerintah pusat harusnya lebih tinggi untuk menyelesaikan masalah,” tambahnya.
Untuk mengatasi kurangnya cadangan beras nasional itu, Rofi’ meminta Bulog melakukan jemput bola menyerap beras ke Gapoktan dan kelompok tani di daerah. Selain itu, pemerintah harus melakukan penambahan anggaran guna meningkatkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dari angka Rp4.500 menjadi Rp5.000 per kilogram.
“Dalam kondisi seperti ini Bulog tidak bisa tinggal diam, harus jemput bola ke petani di daerah. Setidaknya fleksibilitas tertinggi HPP di terapkan sehingga dapat mencapai Rp5.000 agar dapat bersaing dalam melakukan pembelian beras ke petani,” pungkasnya.(adn)(rhs)
Sumber : http://economy.okezone.com